Kementerian ESDM tidak berencana menurunkan harga BBM bersubsidi Pertalite, meski harga BBM cenderung turun pada awal 2023. Penangguhan harga Pertalite di kisaran Rp 10.000 per liter dinilai lebih rendah dari harga normal BBM. Pertalite adalah Rp.
Dirjen Migas Kementerian ESDM, Tutuka Ariadji mengatakan, penetapan harga BBM bukan dilihat dari penurunan harga minyak dalam satu waktu, melainkan fluktuasi harga minyak dunia yang terus bergerak. pasang surut akhir-akhir ini. Harga minyak mentah Brent hari ini US$ 86,73 per barel, sedangkan West Texas Intermediate (WTI) AS US$ 79,65 per barel.
Menurut Tutuka, situasi harga minyak saat ini tidak cukup untuk dijadikan dasar penghitungan penurunan harga Pertalite. Situasi ini juga dibarengi dengan posisi penutupan rupiah hari ini yang melemah di Rp 14.970 per dolar AS atau melemah dibandingkan pembukaan yang menguat di Rp 14.974 per dolar AS.
“Harga keekonomian Pertalite saat ini masih Rp 11.000 per liter, jadi harganya tidak akan kami ubah,” kata Tutuka, Senin (30/1).
Pemerintah menetapkan kuota BBM bersubsidi Pertalite tahun ini sebesar 32,56 juta kiloliter, naik 8,85% dari kuota Pertalite tahun lalu sebesar 29,91 juta KL. Sedangkan kuota solar ditetapkan 17 juta KL dan minyak tanah 500 ribu KL.
Kuota Pertalite untuk tahun 2023 meningkat sekitar 2,6 juta KL dibandingkan tahun sebelumnya. Kenaikan alokasi kuota Pertalite ini didasarkan pada tren konsumsi BBM bulanan tahun 2022 yang hampir normal setelah mengalami penurunan di masa Pandemi Covid-19.
Untuk mengatur distribusi BBM bersubsidi, saat ini pemerintah sedang membahas revisi Peraturan Presiden (Perpres) Republik Indonesia Nomor 191 Tahun 2014 tentang Ketentuan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak (BBM). Tutuka mengatakan progres revisi Perpres 191 sedang dalam tahap persiapan prakarsa di Kementerian ESDM.
“Intinya sudah final tapi kami belum menerima kewenangan resmi atau keputusan inisiatif di ESDM. Kami masih menunggu,” kata Tutuka.