Lifting Minyak dan Gas 2022 Tak Capai Target, Ini Penyebabnya

SKK Migas mencatat pipa migas sepanjang 2022 di bawah target APBN. Kenaikan minyak mencapai 612.300 barel per hari (bopd) atau hanya 87,1% dari target 703.000 bph. Angka tersebut lebih rendah 7,8% dibandingkan kenaikan minyak tahun 2021 yang tercatat sebesar 660.300 bopd.

Perolehan jalur gas juga meleset, mencapai 5.347 juta standar kaki kubik per hari (mmscfd) atau 92,2% dari target APBN sebesar 5.800 mmscfd. Angka ini lebih rendah 2,95% dari penyaluran gas pada periode sebelumnya yang sebesar 5.505 mmscfd.

Deputi Bidang Eksploitasi SKK Migas, Wahju Wibowo menjelaskan beberapa kendala yang menyebabkan target penyaluran migas hingga akhir tahun 2022. Pertama, pandemi Covid-19 yang berlangsung selama dua tahun terakhir.

Kedua, target kenaikan minyak yang tidak tercapai di tahun 2021 mengakibatkan defisit sebesar 49.000 bopd di awal tahun 2022. Ketiga, kendala pengoperasian lapangan lama yang mendekati fase penurunan alami.

“Hasil pengeboran di beberapa lapangan belum mencapai target. Sehingga ini akan dijadikan masukan untuk evaluasi tahun 2023,” kata Wahju dalam jumpa pers di Kantor SKK Migas Jakarta, Rabu (18/1).

Penyebab melesetnya target saluran gas juga karena beberapa kendala. Secara khusus, penghentian produksi tak terduga dari kilang atau penghentian tak terduga di beberapa ladang minyak dan gas besar sejak awal tahun.

Beberapa lapangan migas besar yang mengalami unplanned shutdown adalah Pertamina Hulu Rokan (PHR), Exxon Mobil Cepu Limited (EMCL) dan Kereta Api Tangguh LNG II BP Indonesia. SKK Migas juga menyatakan lapangan minyak Kedung Keris yang masuk dalam wilayah EMCL Kabupaten Bojonegoro mengalami permasalahan berupa korosi pada pipa distribusi.

“Yang cukup terlihat adalah unplanned closure. Begitu situasi turun, diikuti dengan unplanned closure yang relatif tinggi, artinya data ini perlu ditindaklanjuti,” ujar Wahju.